Kata Islamisasi datang dari bhs Inggris, Islamization, yang
bermakna pengislaman, usaha supaya seorang jadi penganut agama Islam (muslim). Terlihat
jelas, didalam kalimat Islamisasi serta pengislaman itu terdapat arti “ kata
kerja” (aktivitas), dinamis, aktiv ; bukan “kata benda”, pasif. Usaha itu bisa
dikerjakan dengan cara perorangan serta bisa di kerjakan juga dengan cara
masal. Hasil dari aktivitas itu bisa berupa jumlah (berbentuk jumlah orang yang berpedoman agama
Islam) serta dapat juga berupa kwalitas
(berbentuk tingkat keislaman seseorang muslim, baik yang menyangkut tingkat
keimanan, tingkat penguasa pengetahuan agama, ataupun tingkat pengalamannya).
Karenanya Islamisasi bukanlah satu momen, tetapi satu sistem. Sistem itu bisa
di uraikan berbentuk rangkaian momen yang bisa diklasifikasikan dengan cara
vertical serta dengan cara horizontal.
Pelaku Islamisasi yaitu muslim, sedang sasarannya yaitu
non-musllim (kafir) sebagai sasasaran paling utama yang akhirnya menyangkut
masalah jumlah serta muslim yang menyangkut masalah kwalitas. Dengan hal
tersebut aktivitas Islamisasi bisa diklasifikasikan atas (1) mengislamkan orang
yang belum muslim (kafir), dalam rencana memberi jumlah muslim (jumlah) ; serta (2)
mengislamkan orang yang telah muslim, dalam rencana tingkatkan kwalitas muslim.
Dalam aktivitas Islamisasi di Kuningan, konteks permasalahan
yang disebut yaitu mengislamkan orang yang belum berpedoman agama Islam (non
muslim, kafir), yakni bagaimana agama Islam awal mula masuk serta dikenalkan
dan disebarkan pada orang-orang di Kuningan. Karena itu, penelusuran histori
jaman Islam di Kuningan jadi maksud pokok penelaahan.
Bukti-bukti konkrit yang bercerita dengan cara segera
bagaimana aktivitas Islamisasi pertama kalinya berjalan di Kuningan hingga
selama ini belum diketemukan. Cuma saja lewat naskah CPCN serta narasi
kebiasaan rakyat Kuningan, otomatis didapat deskripsi bagaimana Islamisasi
daerah Kuningan itu berlangsung.
Menurut narasi kebiasaan rakyat Kuningan, Islamisasi daerah
Kuningan pertama kalinya dikerjakan oleh seseorang ulaman bernama Syekh Maulana
Akbar. Dikonfirmasikan dengan CPCN di ketahui kalau Syekh Maulana Akbar ini
yaitu adik Syekh Datuk Kahfi yang bernama Syekh Bayanullah. Saat Pangeran
Walangsungsang serta adiknya menunaikan beribadah haji di Mekah, mereka
menumpang dirumah Syekh Bayanullah ini. Mengenai kepergian Syekh Bayanullah ke
Pulau Jawa ini diprediksikan lantaran tertarik oleh narasi Pangeran
Walangsungsang pada saat bermalam di tempat tinggalnya. Pada akhirnya saat
Syekh Bentong (Putra Syekh Quro dari Karawang) naik haji, Syekh Bayanullah lalu
turut dengan Syekh Bentong pulang ke Pulau Jawa. Syekh Bayanullah pada akhirnya
tiba ke tempat bermukim kakaknya di Cirebon, disana ia juga dikenal dengan
sebutan Syekh Datuk Mahuyun (Atja, 1986 : 158, 162 ; Danasasmita, 1984 : 196 ;
Sunardjo, 1983 : 43-44 ; Dasuki et al., 1978 : 35).
Ada sebutan sebagian nama atau gelar pada diri seorang ketika
itu, seperti untuk memberi gelar kehormatan atas layanan orang yang sukses
dalam satu pekerjaan atau pergantian nama itu lantaran pergantian profesi atau
kedudukan. Hal semacam ini seperti pemberian gelar pada Pangeran
Walangsungsang, yakni : Ki Cakrabumi, Pangeran Cakrabuana, Haji Abdullah Iman,
serta Sri Mangana 9 (Atja, 1986 : 161-165).
Tidak d ketahui dengan pasti kapan Syekh Bayanullah (nama menurut tradisi Cirebon) atau Syekh
Maulana Akbar (nama menurut tradisi Kuningan) tiba di Cirebon dan setelah itu ke
Kuningan. Diperkirakan kedatangannya itu
terjadi sesudah Pangeran Walangsungsang menunaikan kawajiban Haji pertama tahun
1447 Masehi. Jadi, sekitar pertengahan era ke-15 tersebut Syekh Bayanullah tiba di Cirebon dan setelah
itu ke Kuningan. Dalam perssoal ini Dasuki et al. (1978 : 35) mempekirakan tahun
1450 Masehi sebagai tahun kehadiran Syekh Maulana Akbar di Kuningan.
Dalam perjalanan ke daerah Kuningan, Syekh Maulana Akbar
pernah berkunjung di satu tempat yang dimaksud Buni Haji, di Luragung. Tetapi
menurut cerita kebiasaan Luragung, nama Syekh Maulana Akbar nyatanya tak di
kenal. Tokoh yang di kenal di kelompok rakyat Luragung yaitu Haji Dul Iman
(Dasuki, et al., 1978 : 35). Dapat disimpulkan kalau Syekh Maulana Akbar
memanglah tak lama menetap di Luragung, serta orang-orang Buni Haji yang
terdapat di daearh perbatasan Kuningan-Cirebon sudah memeluk agama Islam yang
dikenalkan Haji Abdullah Iman dengan kata lain Pangeran Walangsungsang.
Masyarakat daerah Luragung sendiri waktu itu mungkin saja belum semua
berpedoman agama Islam, lantaran di ketahui juga kalau Sunan Gunung Jati
kembali menyebarkan agama Islam pada tahun 1481 Masehi (Atja, 1986 : 176).
Dalam usaha mengenalkan serta menyebarkan agama Islam di
Kuningan, Syekh Maulana Akbar sudah membangun satu pesantren yang di kenal
dengan nama Pesantren Sidapurna. Nama Sidapurna yang datang dari sida serta
purna, bermakna jadi prima atau menuju kesempurnaan, mungkin saja ada hubungan
dengan kesuksesan Syekh Maulana Akbar dalam usahanya mengajak masyarakat
memeluk agama Islam, yang hakekatnya agama Islam sendiri bisa disimpulkan agama
yang prima. Setelah itu iapun membuka daerah pemukiman baru yang dimaksud
dengan Purwawinangun. Ditempat ini di bangun perkampungan orang-orang dengan
basic Islam. Purwawinangun datang dari kata purwa yang berarti awal mula atau
permulaan, serta winangun yang berarti di bangun (Dasuki et al., 1978 : 37)
Aktivitas Islamisasi yang dikerjakan Syekh Maulana Akbar di
Kuningan tak saja lewat usaha pendirian pesantren serta pemukiman baru Islam,
tetapi ia juga berupaya lakukan pendekatan dengan orang-orang kelompok atas.
Menurut sumber tradisional Kuningan dijelaskan kalau Syekh Maulana Akbar lalu
menikah dengan salah seseorang putri dari penguasa setempat. Dari perkawinan
ini lahir seseorang putra bernama Syekh Maulana Aripin yang nantinya
melanjutkan jejak ayahandanya menebarkan agama Islam di Kuningan (Dasuki et
al., 1978 : 37). Hal semacam ini mengisyaratkan kalau Syekh Maulana Akbar
berusaha mengislamkan semua susunan orang-orang di Kuningan waktu itu, dari
kelompok orang-orang kelompok bawah sampai atas. Perkawinan dengan wanita
pribumi adalah sisi yang erat berkaitan dengan aktivitas Islamisasi
(Tjandrasasmita ed., 1984 : 190).
0 Response to "Syekh Maulana Akbar Sang Penyebar Islam di Kuningan"
Posting Komentar