Shalat Gerhana atau Shalat Kusuf adalah
shalat yang dikerjakan ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan,
baik itu gerhana sebagian maupun gerhana total. Mengenai hukum shalat gerhana,
terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama, sebagian ulama menyatakan hukum
shalat gerhana adalah Sunnah Mu'akkaddah (sangat-sangat ditekankan) dengan
alasan mereka membatasi shalat wajib adalah shalat yang lima waktu, namun
sebagian ulama yang lain menyatakan hukum shalat gerhana adalah wajib. Dasar
perbedaan pendapat ini karena Rasulullah SAW sendiri mengerjakan dan
memerintahkan untuk mengerjakan shalat kusuf.
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata:
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْكَسَفَتْ الشَّمْسُ فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلْنَا فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ حَتَّى انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
“Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu terjadi gerhana matahari. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berjalan cepat sambil menyeret selendangnya hingga masuk ke dalam masjid, maka kamipun ikut masuk ke dalam masjid. Beliau lalu mengimami kami shalat dua rakaat hingga matahari kembali nampak bersinar. Setelah itu beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana disebabkan karena matinya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat dan berdoalah hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 1040)
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْكَسَفَتْ الشَّمْسُ فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلْنَا فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ حَتَّى انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
“Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu terjadi gerhana matahari. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berjalan cepat sambil menyeret selendangnya hingga masuk ke dalam masjid, maka kamipun ikut masuk ke dalam masjid. Beliau lalu mengimami kami shalat dua rakaat hingga matahari kembali nampak bersinar. Setelah itu beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana disebabkan karena matinya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat dan berdoalah hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 1040)
Tata Cara Dan Ketentuan Pelaksanaan Shalat
Gerhana
Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah
ketika gerhana mulai terlihat sampai bulan atau matahari kembali terlihat
normal. Bagi daerah yang tidak dapat melihat gerhana tidak ada keharusan untuk
melaksanakan shalat gerhana, karena hanya diharuskan bagi siapa saja yang dapat
melihat peristiwa tersebut.
Tata cara pelaksanaan shalat gerhana
adalah :
1. Tidak ada adzan dan
iqomah sebelum shalat gerhana, yang ada hanya seruan untuk shalat berjama'ah.
Sesuai dengan hadits : Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia
berkata:
لَمَّا كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُودِيَ إِنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةٌ
“Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka diserukan: “Ashshalaatul jaami’ah (shalat secara berjamaah).” (HR. Al-Bukhari no. 1045)
لَمَّا كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُودِيَ إِنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةٌ
“Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka diserukan: “Ashshalaatul jaami’ah (shalat secara berjamaah).” (HR. Al-Bukhari no. 1045)
2. Disunnahkan dikerjakan
dengan berjamaah di masjid
3. Shalat sunnah gerhana
dikerjakan dalam 2 rakaat yang sama seperti shalat 2 rakaat lainnya, yang
berbeda adalah bacaan surah, ruku’, dan sujudnya sangat lama, dan setiap rakaat
terdiri dari 2 kali ruku’, sehingga 2 rakaat terdiri dari 4 kali ruku’ dan 4
kali sujud. Berdasarkan Hadits : Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata: “Pernah
terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu mendirikan shalat bersama orang
banyak. Beliau berdiri dalam shalatnya dengan memanjangkan lama berdirinya,
kemudian ruku’ dengan memanjangkan ruku’nya, kemudian berdiri dengan
memanjangkan lama berdirinya, namun tidak selama yang pertama. Kemudian beliau
ruku’ dan memanjangkan lama ruku’nya, namun tidak selama rukuknya yang pertama.
Kemudian beliau sujud dengan memanjangkan lama sujudnya, beliau kemudian
mengerjakan rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat yang
pertama. Saat beliau selesai melaksanakan shalat, matahari telah nampak
kembali. Kemudian beliau menyampaikan khutbah kepada orang banyak..."(HR. Al-Bukhari no.
1044 dan Muslim no. 1499)
4. Disunnahkan ada
khutbah setelah shalat gerhana (berdasarkan hadits di atas)
5. Disunnahkan bagi imam
untuk menjahrkan (mengeraskan) bacaan pada shalat gerhana sebagaimana pada
shalat id. Ini merupakan pendapat Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Yusuf dari
Al-Hanafiah dan selainnya. Aisyah radhiallahu anha berkata, “Nabi
shallallahu alaihi wasallam menjahrkan bacaan dalam shalat khusuf.” (HR. Al-Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
Apakah Peristiwa Gerhana Berhubungan
Dengan Peristiwa Kematian Atau Kelahiran Seseorang?
Tidak sedikit dari masyarakat sekitar
kita yang mengaitkan peristiwa gerhana bulan maupun matahari dengan peristiwa
kematian maupun kelahiran seseorang, dan pendapat ini juga pernah ada ketika
masa Rasulullah dan sudah dijelaskan oleh beliau dalam Hadits :
Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu
‘anhu berkata: Pada zaman Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah
terjadi gerhana matahari. yaitu pada hari wafatnya Ibrahim (putra Rasulullah
shallahu ‘alaihi wasallam dari Mariyah Al-Qibthiyah). Lalu orang-orang
berkomentar: Telah terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim. Maka
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya matahari dan
bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak
mengalami gerhana karena mati atau hidup seseorang. Jika kalian melihat
keduanya (terjadi gerhana), maka segera berdoalah kepada Allah dan sholatlah
sampai kembali seperti semula.” (HR. Muttafaq ‘alaih). Menurut riwayat Bukhari
disebutkan: “Sampai terang kembali.”
Demikian semoga dapat mencerahkan dan
kita selalu mendapat hidayah untuk merasa senang melaksanakan ibadah baik yang
wajib maupun ibadah Sunnah.
Sumber: http://www.blogkmp.net/
0 Response to "Keutamaan Shalat Gerhana"
Posting Komentar